Program Makan Bergizi dan Susu Gratis yang awalnya diusung oleh Prabowo Subianto dalam kampanye Pilpres 2024 kini tampak diadopsi oleh pemerintahan Jokowi. Program ini menargetkan 82,9 juta penerima, termasuk anak-anak sekolah dan ibu hamil. Salah satu komponen utama dalam program ini adalah susu, yang dinilai sebagai sumber gizi esensial. Namun, untuk mewujudkan ambisi ini, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar terkait ketergantungan pada impor susu, yang bisa mengakibatkan lonjakan signifikan dalam volume impor.
Kondisi Impor Susu di Indonesia
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor susu dengan kode HS 0401, yang mencakup susu dan produk susu yang tidak dipadatkan serta tidak mengandung gula atau pemanis tambahan, mengalami peningkatan kumulatif sebesar 7,63 persen dari Januari hingga Juli 2024. Namun, secara bulanan dan tahunan, volume impor susu ini mengalami penurunan tajam sebesar 48,22 persen.
Selandia Baru menjadi negara pemasok utama susu ke Indonesia dengan nilai impor mencapai USD 285,99 juta selama periode Januari hingga Juli 2024. Negara lain yang turut menjadi pemasok antara lain Amerika Serikat (USD 80,09 juta), Belgia (USD 30,34 juta), Australia (USD 72,24 juta), dan Malaysia (USD 12,19 juta).
Ambisi Pemerintah dalam Program Makan Bergizi Gratis
Data dari Kementerian Pertanian mencatat bahwa kebutuhan susu di Indonesia saat ini mencapai 4,3 juta ton per tahun, sementara produksi susu domestik hanya mampu memenuhi sekitar 22,7 persen dari kebutuhan tersebut, dengan sisanya masih harus diimpor. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan bahwa impor susu untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis akan dikelola oleh pihak swasta. Pemerintah akan memfasilitasi dari sisi perizinan dan penyediaan lahan untuk peternakan sapi perah.
“Swasta yang akan mengurus impor sapi. Kita bersinergi, dan pemerintah akan mempermudah semua proses legalitasnya,” ujar Amran di Kompleks Parlemen RI, Jumat (6/9).
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menambahkan bahwa pemerintah berencana mengimpor satu juta ekor sapi secara bertahap hingga 2029. Tujuannya adalah untuk mencapai swasembada daging dan susu pada tahun tersebut.
“Target kami adalah mencapai swasembada pada 2029 dengan mengimpor satu juta ekor sapi selama lima tahun,” jelas Agung.
Agung juga menyatakan bahwa impor ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging, tetapi juga untuk memperkuat industri peternakan nasional. Australia masih menjadi pemasok utama sapi perah bagi Indonesia, namun pemerintah berencana memperluas sumber impor dari negara lain seperti Brasil. Menurut Agung, Brasil bisa menjadi alternatif yang kuat karena mampu menyediakan sapi perah dalam jumlah besar, yang diharapkan dapat memberikan opsi lebih kompetitif bagi Indonesia.